Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu, bawahan dipimpin dari bukan dengan jalan menyuruh atau mondorong dari belakang.
Tipe kepemimpinan militeristis
Perlu diparhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe militeristis tidak sama dengan pemimpin-pemimpin dalam organisasi militer. Artinya tidak semua pemimpin dalam militer adalah bertipe militeristis. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Dalam menggerakkan bawahan untuk yang telah ditetapkan, perintah mencapai tujuan digunakan sebagai alat utama.
b. Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pangkat dan jabatannya.
c. Sonang kepada formalitas yang berlebihan
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan
e. Tidak mau menerima kritik dari bawahan
f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
:Pertama, political will yang tulus untuk perbaikan kinerja perekonomian, tidak sekadar untuk popularitas demi keberhasilan keberhasilan semu. Kedua, kerelaan pimpinan nasional untuk tidak mempunyai agenda pemenangan pemilu 2009 – nothing to loose. Ketiga, kemampuan untuk menjalin dukungan dari para politisi, dunia usaha, dan masyarakat warga. Keempat, pemilihan team yang memiliki kredibilitas tinggi di mata masyarakat dengan kompetensi khusus.
Pola pertama invisible hand lebih dekat kepada prinsip utama ekonomi neoklasik bahwa pemerintah daerah terorganisir cukup rapi, tidak korup — jika ada korupsi, itu pun dapat diabaikan — dan secara umum cukup baik. Pemerintah menyediakan sarana dan prasarana dasar barang publik, menegakkan hukum dan peraturan, dan menyandarkan pada sektor swasta sebagai aktor utama dalam pembangunan. Negara-negara sosialisdi Eropa Timur yang ingin segera bergabung ke dalam “kelompok elit” Masyarkat Eropa umumnya berusaha keras masuk dalam kategori model invisible hand ini.
Pola kedua dalam helping hand menempatkan posisi pemerintah yang lebih besar, sebagaimana yang dilakukan Cin dalam memajukan aktivitas ekonomi swasta, bahkan tidak ragu-ragu membela satu-dua kelompok, seperti usaha kecil-menengah (UKM) dan meny ngkirkan yang lain, tergantung dari sik p politiknya. Pemerintah memajukan kebijakan industrialisasi, tidak jarang memanfaatkan kedekatan hubungan kekeluargaan, pertemanan dan nepotismelain dengan kelompok usaha tertentu dan konglomerat. Birokrat umumnya korup dengan pola yang cukup terorganisir rapi dan perekonomian tumbuh dengan baik. Varian lain dari pola helping hand ini adalah model iron-hand seperti yang dijalankan oleh Singapura, Korea Selatan dan mungkin “Macan Asia” lain seperti Hongkong, Taiwan, Malaysia dan bahkan Indonesia jaman Orde Baru.
Pola ketiga dalam grabbing-hand jug memberikan ruang kepada pemerintah untuk melakukan intervensi yang diperl kan untuk memajukan perekonomian, walau tidak terorganisir serapi pada model helping hand. Pemerintah tidak lebih dari sebuah kumpulan berbagai birokrat yang tersebar ke dala banyak dinas, badan, lembaga, atau departemen dengan agenda dan epentingan masing-masing – kadang tida saling mengetahui terhadap tugas d n pekerjaan yang dikerjakan instansi lain – yang tentu saja amat korup dan bahkan mengambil suap dengan ketentuan aneh yang dibuatnya sendiri. Sistem hukum nyaris mandul karena kebijakan publik disusun untuk suatu kepentingan kekuasaan jangka pendek dengan peraturan bersifat predator (predatory regulations) untuk mengambil rente dari masyarakat dan aktivitas perekonomian lain. Premanisme dan mafia muncul di mana- mana, dari kelas kecil sampai ke tingkat elit, karena lemahnya atau primitifnya institusi yang ada. Pola grabbing hand semacam ini lebih banyak dijumpai di Rusia dan negara-negara bekas Uni Soviet dan Yugoslavia, yang sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar tidak mampu memberikan jaminan kepastian hukum bagi dunia usaha
0 comments:
Post a Comment